Being Surender
Suatu sore ketika Maruko datang ke tempat Shinichi Kudo, dia terkejut melihat ada dua bendera putih yang dipasang bersilangan di depan kamar. Dengan terheran-heran dia bertanya ada apa gerangan dengan bendera itu. Apakah Shinichi sedang berduka cita? Atau ada sekelompok bad sector pada otaknya sehingga memasang bendera yang biasa digunakan untuk pertanda orang menyerah ?.
“Bukan! Bukan aku sedang berduka cita. Bendera putih itu tanda menyerah. Surender!. Apapun yang akan terjadi biarlah terjadi. Aku ingin berhenti mengendalikan segalanya” kata Shinichi pendek.
Maruko mengerutkan keningnya tanda tidak mengerti apa yang dimaksud Shinichi. Kemudian dia mencoba mengorek lebih dalam apa yang dimaksud dengan Surender. Apakah Shinichi akan menjadi seorang fatalis yang berdiam diri menunggu nasib?. Ataukah dia memutuskan berhenti mengeluarkan protes atas hal-hal yang dianggapnya salah ?. Bak mimpi siang bolong- lah bila Shinichi berubah menjadi si patuh yang mengerjakan segala sesuatu tanpa banyak bertanya.
“Hmmm, apakah kamu akan menghentikan kebiasaanmu mengkritik segala hal yang kau anggap perlu diperbaiki. Wah asyik dong! Tiap hari kamu hanya akan mengucapkan terimakasih!” kata Maruko dengan nada tidak percaya Shinichi mampu merubah kebiasaannya.
Shinichi tertawa mendengar pertanyaan Maruko. Dia menepis bahwa dirinya akan berubah menjadi fatalis atau menjadi si patuh. Sifat bawaan yang melekat pada dirinya (mungkin sejak bayi) menghalanginya menjadi seperti itu. Shinichi mengatakan bahwa dia masih ingin segalanya menjadi lebih baik. Cara yang paling mudah adalah dengan melancarkan kritikan untuk perbaikan. Surender yang dimaksud oleh Shinichi adalah mengenai hal-hal lain. Setidaknya meliputi tiga hal yang dianggapnya sangat mengganggunya.
Pertama adalah Shinchi menyerah pada ketidaksempurnaan: dia ingin berhenti berusaha mengerjakan segala sesuatu dengan sempurna. Mengerjakan sesuatu dengan sangat baik adalah sebuah impian. Kesempurnaan adalah sebuah kepuasan tiada tara bagi orang seperti dirinya. Namun pada kenyataannya, mengerjakan sesuatu dengan sempurna terkadang sama artinya dengan mengerjakan sesuatu dalam waktu yang lama. Bahkan sangat lama hingga melewati batas waktu yang dapat ditoleransi.Akibatnya kesempurnaan tersebut tidak ada artinya karena pekerjaan selesai tepat pada saat sudah tidak dibutuhkan lagi. Hampir sama artinya dengan tidak mengerjakan sama sekali.
Disamping itu mengejar kesempurnaan juga bisa berarti membuat pekerjaan lain tertunda. Waktu yang terbatas dan pekerjaan yang menumpuk menuntut Shinichi mengerjakan segala sesuatu “seadanya”. Kesempurnaan mau tak mau harus digantinya dengan standar minimal yang dapat diterima. Syukur- syukur bila ada cukup waktu untuk membuatnya sedikit diatas rata-rata.
Kedua adalah Shinichi menyerah, berhenti mencoba menyenangkan semua orang. Waktu yang terbatas memaksanya membuat prioritas. Mau tak mau Shinicihi harus memilih pekerjaan yang akan didahulukan dan yang akan dikerjakan kemudian. Pastilah Shinichi akan mengecewakan orang-orang yang pekerjaannya dinomorduakan. Konsekuensinya dia harus rela belajar bertebal telinga menerima keluhan dari orang-orang yang tidak mendapat prioritas. Seandainya Shinichi mencoba menyenangkan semua orang-pun pada akhirnya juga akan mengecewakan sebagian besar orang. Bahkan dia akan terjebak pada kegiatan menangani setiap permintaan berdasar urutan waktunya. Itu artinya semua pekerjaan dianggap sama. Tidak ada prioritas. Akibatnya pada saat dibutuhkan ---pekerjaan-pekerjaan yang kritis justru belum siap---sementara pekerjaan-pekerjaan remeh temeh sudah selesai.
Yang paling penting diperhatikan pada langkah berhenti menyenangkan semua orang adalah adalah kompromi. Shinichi harus belajar mengkompromikan prioritasnya dengan prioritas orang lain. Pekerjaan yang dianggapnya berprioritas rendah bisa jadi merupakan prioritas tertinggi bagi orang lain. Karenanya Shinichi harus berusaha menyeimbangkan kepentingan dirinya dengan kepentingan pihak lain dengan berpedoman pada prioritas umum yang telah digariskan oleh perusahaan. Akan lebih mudah bila Shinichi menyerahkan pembuatan prioritas pada atasannya.
Ketiga adalah Shinichi menyerah berhenti mencoba menjadi Superhero yang mampu menyelesaikan segalanya. Memang bagus bila Shinichi mengetahui segala sesuatu mulai dari aspek teknik pekerjaan seperti listrik & mesin-mesin; sampai ke aspek biologis seperti nutrisi-nutrisi yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba. Namun lagi-lagi waktu yang menuntutnya untuk memilih. Atau dia justru tidak akan menguasai apa-pun. Segalanya akan dikuasainya dengan dangkal. Akibatnya dia tidak dapat diandalkan untuk menyelesaikan masalah-masalah utama dalam pekerjaannya yang berkaitan dengan kultivasi mikroba dan produksi toksin.
Berhenti jadi superhero juga berimplikasi pada pelimpahan beberapa pekerjaan penting pada orang-orang isekitarnya. Shinichi harus mau bolak-balik mengajari orang untuk mengerjakan sesuatu. Misalnya membuat laporan. Shinichi harus menahan diri untuk tidak mengetik sendiri perbaikan-perbaikan kecil pada draft laporan--- dia harus menyerahkan hasil koreksian kepada si pembuat laporan untuk diketik ulang--- yang mungkin akan berakhir dengan kesalahan lagi. Sabar menghadapi laporan yang bolak-balik adalah pertanda kemampuan dirinya menahan diri untuk tidak menjadi Superhero yang mengerjakan segalanya. Karena bila hal itu dilakukan, pekerjaan detail yang menyita waktu akan menjepitnya tanpa ampun. Membuatnya merasa tidak berdaya menyelesaikan- pekerjaan-pekerjaan lain yang lebih penting.
^_^
“Wow menarik sekali. Terutama point ketiga, berhenti menjadi Superhero. Hebat bila dirimu mampu membiarkan pekerjaan- pekerjaan penting dikerjakan orang lain!” teriak Maruko.
Shinichi tersenyum dan mengakui bahwa ketiga “Surender” tersebut bukanlah hal yang mudah dilakukan. Merubah kebiasaan-kebiasaan yang telah mendarah daging adalah hal yang sangat sulit dilakukan. Kata-kata yang lebih tepat adalah perubahan perlahan-lahan menuju kebiasaan baru. Barangkali dua bendera putih tersebut akan membantunya untuk mengingat- ingat bahwa dirinya sedang berusaha keras untuk menjadi seorang surender (jl. makmur-14 bandung 2006).
Suatu sore ketika Maruko datang ke tempat Shinichi Kudo, dia terkejut melihat ada dua bendera putih yang dipasang bersilangan di depan kamar. Dengan terheran-heran dia bertanya ada apa gerangan dengan bendera itu. Apakah Shinichi sedang berduka cita? Atau ada sekelompok bad sector pada otaknya sehingga memasang bendera yang biasa digunakan untuk pertanda orang menyerah ?.
“Bukan! Bukan aku sedang berduka cita. Bendera putih itu tanda menyerah. Surender!. Apapun yang akan terjadi biarlah terjadi. Aku ingin berhenti mengendalikan segalanya” kata Shinichi pendek.
Maruko mengerutkan keningnya tanda tidak mengerti apa yang dimaksud Shinichi. Kemudian dia mencoba mengorek lebih dalam apa yang dimaksud dengan Surender. Apakah Shinichi akan menjadi seorang fatalis yang berdiam diri menunggu nasib?. Ataukah dia memutuskan berhenti mengeluarkan protes atas hal-hal yang dianggapnya salah ?. Bak mimpi siang bolong- lah bila Shinichi berubah menjadi si patuh yang mengerjakan segala sesuatu tanpa banyak bertanya.
“Hmmm, apakah kamu akan menghentikan kebiasaanmu mengkritik segala hal yang kau anggap perlu diperbaiki. Wah asyik dong! Tiap hari kamu hanya akan mengucapkan terimakasih!” kata Maruko dengan nada tidak percaya Shinichi mampu merubah kebiasaannya.
Shinichi tertawa mendengar pertanyaan Maruko. Dia menepis bahwa dirinya akan berubah menjadi fatalis atau menjadi si patuh. Sifat bawaan yang melekat pada dirinya (mungkin sejak bayi) menghalanginya menjadi seperti itu. Shinichi mengatakan bahwa dia masih ingin segalanya menjadi lebih baik. Cara yang paling mudah adalah dengan melancarkan kritikan untuk perbaikan. Surender yang dimaksud oleh Shinichi adalah mengenai hal-hal lain. Setidaknya meliputi tiga hal yang dianggapnya sangat mengganggunya.
Pertama adalah Shinchi menyerah pada ketidaksempurnaan: dia ingin berhenti berusaha mengerjakan segala sesuatu dengan sempurna. Mengerjakan sesuatu dengan sangat baik adalah sebuah impian. Kesempurnaan adalah sebuah kepuasan tiada tara bagi orang seperti dirinya. Namun pada kenyataannya, mengerjakan sesuatu dengan sempurna terkadang sama artinya dengan mengerjakan sesuatu dalam waktu yang lama. Bahkan sangat lama hingga melewati batas waktu yang dapat ditoleransi.Akibatnya kesempurnaan tersebut tidak ada artinya karena pekerjaan selesai tepat pada saat sudah tidak dibutuhkan lagi. Hampir sama artinya dengan tidak mengerjakan sama sekali.
Disamping itu mengejar kesempurnaan juga bisa berarti membuat pekerjaan lain tertunda. Waktu yang terbatas dan pekerjaan yang menumpuk menuntut Shinichi mengerjakan segala sesuatu “seadanya”. Kesempurnaan mau tak mau harus digantinya dengan standar minimal yang dapat diterima. Syukur- syukur bila ada cukup waktu untuk membuatnya sedikit diatas rata-rata.
Kedua adalah Shinichi menyerah, berhenti mencoba menyenangkan semua orang. Waktu yang terbatas memaksanya membuat prioritas. Mau tak mau Shinicihi harus memilih pekerjaan yang akan didahulukan dan yang akan dikerjakan kemudian. Pastilah Shinichi akan mengecewakan orang-orang yang pekerjaannya dinomorduakan. Konsekuensinya dia harus rela belajar bertebal telinga menerima keluhan dari orang-orang yang tidak mendapat prioritas. Seandainya Shinichi mencoba menyenangkan semua orang-pun pada akhirnya juga akan mengecewakan sebagian besar orang. Bahkan dia akan terjebak pada kegiatan menangani setiap permintaan berdasar urutan waktunya. Itu artinya semua pekerjaan dianggap sama. Tidak ada prioritas. Akibatnya pada saat dibutuhkan ---pekerjaan-pekerjaan yang kritis justru belum siap---sementara pekerjaan-pekerjaan remeh temeh sudah selesai.
Yang paling penting diperhatikan pada langkah berhenti menyenangkan semua orang adalah adalah kompromi. Shinichi harus belajar mengkompromikan prioritasnya dengan prioritas orang lain. Pekerjaan yang dianggapnya berprioritas rendah bisa jadi merupakan prioritas tertinggi bagi orang lain. Karenanya Shinichi harus berusaha menyeimbangkan kepentingan dirinya dengan kepentingan pihak lain dengan berpedoman pada prioritas umum yang telah digariskan oleh perusahaan. Akan lebih mudah bila Shinichi menyerahkan pembuatan prioritas pada atasannya.
Ketiga adalah Shinichi menyerah berhenti mencoba menjadi Superhero yang mampu menyelesaikan segalanya. Memang bagus bila Shinichi mengetahui segala sesuatu mulai dari aspek teknik pekerjaan seperti listrik & mesin-mesin; sampai ke aspek biologis seperti nutrisi-nutrisi yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba. Namun lagi-lagi waktu yang menuntutnya untuk memilih. Atau dia justru tidak akan menguasai apa-pun. Segalanya akan dikuasainya dengan dangkal. Akibatnya dia tidak dapat diandalkan untuk menyelesaikan masalah-masalah utama dalam pekerjaannya yang berkaitan dengan kultivasi mikroba dan produksi toksin.
Berhenti jadi superhero juga berimplikasi pada pelimpahan beberapa pekerjaan penting pada orang-orang isekitarnya. Shinichi harus mau bolak-balik mengajari orang untuk mengerjakan sesuatu. Misalnya membuat laporan. Shinichi harus menahan diri untuk tidak mengetik sendiri perbaikan-perbaikan kecil pada draft laporan--- dia harus menyerahkan hasil koreksian kepada si pembuat laporan untuk diketik ulang--- yang mungkin akan berakhir dengan kesalahan lagi. Sabar menghadapi laporan yang bolak-balik adalah pertanda kemampuan dirinya menahan diri untuk tidak menjadi Superhero yang mengerjakan segalanya. Karena bila hal itu dilakukan, pekerjaan detail yang menyita waktu akan menjepitnya tanpa ampun. Membuatnya merasa tidak berdaya menyelesaikan- pekerjaan-pekerjaan lain yang lebih penting.
^_^
“Wow menarik sekali. Terutama point ketiga, berhenti menjadi Superhero. Hebat bila dirimu mampu membiarkan pekerjaan- pekerjaan penting dikerjakan orang lain!” teriak Maruko.
Shinichi tersenyum dan mengakui bahwa ketiga “Surender” tersebut bukanlah hal yang mudah dilakukan. Merubah kebiasaan-kebiasaan yang telah mendarah daging adalah hal yang sangat sulit dilakukan. Kata-kata yang lebih tepat adalah perubahan perlahan-lahan menuju kebiasaan baru. Barangkali dua bendera putih tersebut akan membantunya untuk mengingat- ingat bahwa dirinya sedang berusaha keras untuk menjadi seorang surender (jl. makmur-14 bandung 2006).
0 comments:
¿Te animas a decir algo?