Dini dan Doni baru saja lulus dari universitas. Doni mengambil penelitian tentang jamur, sedang Dini memilih bakteri. Keduanya sama-sama bekerja keras sampai rela menginap berbulan-bulan di laboratorium mikrobiologi untuk menyelesaikan penelitiannya. Disamping pekerja keras, keduanya adalah mahasiswa pintar, bedanya prestasi akademis Dini jauh lebih menonjol dibanding Doni. Dini adalah mahasiswa dengan prestasi akademis yang sangat cemerlang, masih ditambah segudang prestasi non akademis yang tak kalah meyakinkan. Predikat cum laude dan segepok piagam serta sertifikat yang dimilikinya membuat hampir semua teman sekampus yakin Dini akan melangkah pasti menuju dunia kerja, jauh meninggalkan Doni yang prestasinya tak begitu menonjol.
Namun kenyataan berbicara lain. Hanya dalam waktu kurang dari satu bulan Doni diterima di sebuah pabrik negatif film. Dini baru diterima di sebuah Bank 6 bulan kemudian. Bukan itu saja, Doni masih terus mendapat tawaran kerja dari beberapa perusahaan yang pernah dilamarnya. Hal yang tak pernah dialami Dini.
Mengapa?
Dini memang lebih pintar dari Doni, tetapi Dini tak memiliki sebuah ketrampilan yang dimiliki Doni. Yaitu ketrampilan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki!.
Dini sekedar cerdas saja, tapi tak tahu cara memanfaatkan kemampuan akademisnya yang luar biasa. Ibarat pelari cepat, Dini hanya mampu memenangkan kejuaraan lari bila diselenggarakan di stadion khusus untuk lari. Namun bila harus bertanding lari di alam bebas, Dini akan kalah. Meskipun larinya sangat cepat, Dini hanya tahu cara berlari di jalan raya. Sama sekali tak terpikirkan untuk lari melewati jalan pintas, menerobos gang-gang kecil, menyeberang sungai, melintasi sawah agar sampai ke tujuan lebih cepat. Akibatnya Dini dengan mudah dikalahkan oleh pelari-pelari yang kecepatannya jauh di bawah dirinya.
Berbeda dengan Dini, Doni tak hanya mengandalkan informasi lowongan kerja yang ada di kampus dan di koran-koran. Doni dengan seksama mempelajari perusahaan-perusahaan yang dia perkirakan membutuhkan keahliannya. Pabrik negatif film yang ngeri melihat serangan jamur pada gulungan negatif filmnya; pabrik kertas yang kebingungan saat gulungan kertasnya putus-putus karena ditumbuhi jamur; produsen gandum yang ingin gudangnya bebas jamur; produsen makanan yang ingin makanannya bebas bakteri dan jamur; sebuah museum lukisan di Singapura yang ingin melindungi koleksinya dari serangan jamur; bahkan industri petrokimia yang sangat antusias ingin merekrut Doni setelah dikirimi presentasi tentang pengolahan limbah menggunakan mikrobia yang memakan biaya murah dan prosesnya lebih cepat dibanding cara konvensional.
Doni mampu mengoptimalkan penerapan keahlian yang dimilikinya sehingga mendapat respon positif dari banyak perusahaan. Ketrampilan menggunakan kecerdasan adalah kuncinya. Cerdas saja tidak cukup, harus dilengkapi juga dengan usaha memperluas wawasan dan melatih kemampuan melihat permasalahan dari berbagai sudut pandang agar kemampuan akademis dapat diterapkan di dunia nyata (c-45 bandung)
Namun kenyataan berbicara lain. Hanya dalam waktu kurang dari satu bulan Doni diterima di sebuah pabrik negatif film. Dini baru diterima di sebuah Bank 6 bulan kemudian. Bukan itu saja, Doni masih terus mendapat tawaran kerja dari beberapa perusahaan yang pernah dilamarnya. Hal yang tak pernah dialami Dini.
Mengapa?
Dini memang lebih pintar dari Doni, tetapi Dini tak memiliki sebuah ketrampilan yang dimiliki Doni. Yaitu ketrampilan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki!.
Dini sekedar cerdas saja, tapi tak tahu cara memanfaatkan kemampuan akademisnya yang luar biasa. Ibarat pelari cepat, Dini hanya mampu memenangkan kejuaraan lari bila diselenggarakan di stadion khusus untuk lari. Namun bila harus bertanding lari di alam bebas, Dini akan kalah. Meskipun larinya sangat cepat, Dini hanya tahu cara berlari di jalan raya. Sama sekali tak terpikirkan untuk lari melewati jalan pintas, menerobos gang-gang kecil, menyeberang sungai, melintasi sawah agar sampai ke tujuan lebih cepat. Akibatnya Dini dengan mudah dikalahkan oleh pelari-pelari yang kecepatannya jauh di bawah dirinya.
Berbeda dengan Dini, Doni tak hanya mengandalkan informasi lowongan kerja yang ada di kampus dan di koran-koran. Doni dengan seksama mempelajari perusahaan-perusahaan yang dia perkirakan membutuhkan keahliannya. Pabrik negatif film yang ngeri melihat serangan jamur pada gulungan negatif filmnya; pabrik kertas yang kebingungan saat gulungan kertasnya putus-putus karena ditumbuhi jamur; produsen gandum yang ingin gudangnya bebas jamur; produsen makanan yang ingin makanannya bebas bakteri dan jamur; sebuah museum lukisan di Singapura yang ingin melindungi koleksinya dari serangan jamur; bahkan industri petrokimia yang sangat antusias ingin merekrut Doni setelah dikirimi presentasi tentang pengolahan limbah menggunakan mikrobia yang memakan biaya murah dan prosesnya lebih cepat dibanding cara konvensional.
Doni mampu mengoptimalkan penerapan keahlian yang dimilikinya sehingga mendapat respon positif dari banyak perusahaan. Ketrampilan menggunakan kecerdasan adalah kuncinya. Cerdas saja tidak cukup, harus dilengkapi juga dengan usaha memperluas wawasan dan melatih kemampuan melihat permasalahan dari berbagai sudut pandang agar kemampuan akademis dapat diterapkan di dunia nyata (c-45 bandung)
0 comments:
¿Te animas a decir algo?