Seorang wartawan ditugaskan ke Yerusalem untuk meliput berita hangat disana. Dia menempati Apartemen yang berseberangan dengan Tembok Ratapan, tempat orang-orang Yahudi berdoa kepada Tuhan.
Setelah beberapa minggu, dia baru menyadari bahwa setiap kali dia melihat tembok itu, dia selalu melihat seorang kakek Yahudi yang berdoa disana. Insting kewartawanannya bekerja. Dia melihat kemungkinan ada bahan berita yang bisa didapatkannya disana. Lalu dia turun dari apartemennya dan mendatangi kakek itu.
Dia bertanya, "Kek, kamu selalu mendatangi Tembok Ratapan setiap hari. Lalu, apa yang kamu doakan setiap hari?"
Kakek Yahudi itu menjawab, "Tiap pagi, saya doakan bagi perdamaian dunia. Setelah itu, saya kembali ke rumah untuk minum teh. Saya datang kembali ke Tembok Ratapan dan berdoa bagi mereka yang sakit."
Wartawan itu dengan kagum bertanya, "Luar biasa. Jadi, setiap hari kakek datang ke Tembok Ratapan dan mendoakan hal-hal itu?"
"Benar!"
"Sudah berapa lama, kek?"
"Mmm, mungkin sekitar 25 tahun yang lalu."
Wartawan ini kembali terkagum-kagum. "Benar-benar luar biasa.
"Jadi selama 25 tahun, kakek mendoakan hal yang sama?"
"Benar!"
"Lalu, apa yang kakek rasakan selama ini?"
"Perasaan saya? Yaaa seperti bicara sama tembok saja, gitu!"
Setelah beberapa minggu, dia baru menyadari bahwa setiap kali dia melihat tembok itu, dia selalu melihat seorang kakek Yahudi yang berdoa disana. Insting kewartawanannya bekerja. Dia melihat kemungkinan ada bahan berita yang bisa didapatkannya disana. Lalu dia turun dari apartemennya dan mendatangi kakek itu.
Dia bertanya, "Kek, kamu selalu mendatangi Tembok Ratapan setiap hari. Lalu, apa yang kamu doakan setiap hari?"
Kakek Yahudi itu menjawab, "Tiap pagi, saya doakan bagi perdamaian dunia. Setelah itu, saya kembali ke rumah untuk minum teh. Saya datang kembali ke Tembok Ratapan dan berdoa bagi mereka yang sakit."
Wartawan itu dengan kagum bertanya, "Luar biasa. Jadi, setiap hari kakek datang ke Tembok Ratapan dan mendoakan hal-hal itu?"
"Benar!"
"Sudah berapa lama, kek?"
"Mmm, mungkin sekitar 25 tahun yang lalu."
Wartawan ini kembali terkagum-kagum. "Benar-benar luar biasa.
"Jadi selama 25 tahun, kakek mendoakan hal yang sama?"
"Benar!"
"Lalu, apa yang kakek rasakan selama ini?"
"Perasaan saya? Yaaa seperti bicara sama tembok saja, gitu!"
0 comments:
¿Te animas a decir algo?