Setiap bersepeda ke sekolah di pagi hari, Baruna menemui pemandangan yang menakjubkan di sepanjang jalan. Dirinya berpapasan dengan ribuan, bahkan puluhan ribu pengendara sepeda yang beriringan bergerak dari arah selatan menuju utara – sementara hanya ada satu dua kendaraan yang searah dengan Baruna.
Mereka adalah ribuan pekerja yang tinggal di desa-desa di selatan kota yang sedang berangkat menuju tempat kerjanya di kota.
Sebagian besar bekerja di bidang informal. Mayoritas adalah tukang bangunan, kuli, pekerja kasar dan pekerja yang bekerja di proyek-proyek bangunan. Sebagian lagi bekerja di pabrik-pabrik kerajinan tangan dan pabrik makanan ringan yang tersebar di sentra-sentra industri rumah tangga yang memproduksi oleh-oleh khas kota itu -- yang menunjang majunya industri pariwisata.
Mereka punya alasan kuat untuk memilih bersepeda ke tempat kerja. Penghasilan mereka terlalu kecil untuk digunakan membayar ongkos angkutan umum. Beberapa ribu rupiah ongkos angkutan umum lebih baik dipergunakan untuk membeli beras buat persediaan saat order pekerjaan lagi sepi.
Ada musim-musim tertentu di kalangan pesepeda itu. Kalau lagi musim bel sepeda, maka ada bermacam-macam jenis bel yang dipasang di sepeda. Ada yang memakai bel kring, ada yang pasang klakson, ada yang pasang lonceng, bahkan ada yang memakai terompet pelaut. Mereka tertawa dan bercanda sambil saling membunyikan bel. Suara bel yang bersahut-sahutan membuat suasana pagi di sepanjang jalan menjadi semarak bak pasar malam.
Adakalanya musim cat sepeda --- maka sepeda-sepeda itu akan dicat warna-warni oleh para pekerja. Ada yang memilih warna kuning menyala, ada yang merah tua, ada juga yang memilih mengecat sepedanya warna-warni. Jadilah iring-iringan ribuan orang itu mirip iring-iringan karnaval.
Lain lagi kalau lagi musim bendera. Bermacam-macam jenis bendera dipilih oleh tiap sepeda. Mereka memasang bendera dengan menggunakan besi seukuran antena radio yang mencuat di bagian belakang sepeda. Ada macam-macam bendera yang dipasang, tetapi kebanyakan memasang bendera kesebelasan Liga Inggris dan Liga Itali.
Mereka adalah ribuan pekerja yang tinggal di desa-desa di selatan kota yang sedang berangkat menuju tempat kerjanya di kota.
Sebagian besar bekerja di bidang informal. Mayoritas adalah tukang bangunan, kuli, pekerja kasar dan pekerja yang bekerja di proyek-proyek bangunan. Sebagian lagi bekerja di pabrik-pabrik kerajinan tangan dan pabrik makanan ringan yang tersebar di sentra-sentra industri rumah tangga yang memproduksi oleh-oleh khas kota itu -- yang menunjang majunya industri pariwisata.
Mereka punya alasan kuat untuk memilih bersepeda ke tempat kerja. Penghasilan mereka terlalu kecil untuk digunakan membayar ongkos angkutan umum. Beberapa ribu rupiah ongkos angkutan umum lebih baik dipergunakan untuk membeli beras buat persediaan saat order pekerjaan lagi sepi.
Ada musim-musim tertentu di kalangan pesepeda itu. Kalau lagi musim bel sepeda, maka ada bermacam-macam jenis bel yang dipasang di sepeda. Ada yang memakai bel kring, ada yang pasang klakson, ada yang pasang lonceng, bahkan ada yang memakai terompet pelaut. Mereka tertawa dan bercanda sambil saling membunyikan bel. Suara bel yang bersahut-sahutan membuat suasana pagi di sepanjang jalan menjadi semarak bak pasar malam.
Adakalanya musim cat sepeda --- maka sepeda-sepeda itu akan dicat warna-warni oleh para pekerja. Ada yang memilih warna kuning menyala, ada yang merah tua, ada juga yang memilih mengecat sepedanya warna-warni. Jadilah iring-iringan ribuan orang itu mirip iring-iringan karnaval.
Lain lagi kalau lagi musim bendera. Bermacam-macam jenis bendera dipilih oleh tiap sepeda. Mereka memasang bendera dengan menggunakan besi seukuran antena radio yang mencuat di bagian belakang sepeda. Ada macam-macam bendera yang dipasang, tetapi kebanyakan memasang bendera kesebelasan Liga Inggris dan Liga Itali.
Baruna setiap pagi berpapasan dengan mereka karena sekolahnya berada di arah selatan dari rumah. Karena merekalah Baruna bertekad memakai sepeda ke sekolah. Jarak sekolah yang tak sampai satu kilometer membuat Baruna merasa “perjoeangannya” dalam bersepeda tidaklah seberapa dibanding para pekerja yang harus menempuh beberapa belas kilometer untuk sampai tujuan. Lebih dari itu, Baruna sangat senang menikmati pemandangan ribuan sepeda berpapasan dengan dirinya tiap kali berangkat sekolah (Undil-2009).
0 comments:
¿Te animas a decir algo?