KAMPUNG PARA PENGUNDANG ULAR (3)
Sawan Ular Pelangi
Aku tidak percaya gravitasi bumi
Aku terjun dari atap rumah
Aku hancur bersama kebodohanku
Di balik kampung yang kembali tenang dan aman setelah kepergian para ular, terdapat sekelompok kecil penduduk yang gelisah. Tak lama setelah ular-ular diusir keluar kampung, para pengundang ular merasa bosan.
Mereka telah dirasuki kesenangan terhadap ular dan hari-hari mereka terasa hampa tanpa lilitan ular. Namun mereka tak bisa berbuat apa-apa. Mengundang ular ke dalam kampung sama saja bunuh diri. Apalagi bila ular-ular tersebut sampai menggigit mati penduduk kampung---bisa-bisa mereka akan digantung di alun-alun kampung.
Tak kuat merindukan bergaul dengan para ular --- para pengundang ular diam-diam bersepakat mencari lokasi untuk mendirikan kampung baru. Setelah hampir dua tahun mencari-cari tanah kosong akhirnya mereka menemukan lokasi di sebuah lembah yang terletak di tepi hutan tanaman obat-obatan yang sering didatangi para tabib dari seluruh negeri. Disitulah mereka perlahan-lahan membangun rumah-rumah kayu. Setelah jumlah rumah mencukupi, serentak 49 keluarga pengundang ular eksodus menuju kampung baru yang kemudian diberi nama kampung ular.
Beberapa bulan setelah kepindahan mereka berita berdirinya kampung khusus bagi para pengundang ular telah menyebar ke seluruh negeri. Akibatnya berduyun-duyunlah para pengundang ular pindah kesana. Dalam waktu beberapa tahun saja kampung itu telah menjelma menjadi sebuah kampung besar yang dipadati para pengundang ular.
Mulailah lahir aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan ular. Mulai dari atraksi ular-ular menari, balap ular, renang ular, kontes kulit indah, kontes lidah terpanjang sampai atraksi ketahanan dibelit ular. Setiap bulan purnama ribuan orang datang memenuhi kampung itu untuk menonton ular fair yang menyuguhkan segala macam hal tentang ular. Dari para pengunjung itulah penduduk kampung ular mendapatkan sesuap nasi. Karenanya mereka selalu berusaha menciptakan kreasi-kreasi baru agar para pengunjung tidak bosan.
Salah satu langkah penting yang berhasil menarik minat pengunjung adalah dibiakkannya ular berkulit warna-warni yang dilapisi sisik-sisik yang bependar di kegelapan. Ular tersebut merupakan hasil persilangan dari berbagai jenis ular aneh ditambah perlakuan-perlakukan khusus terhadap telur-telur ular—seperti direndam ramuan-ramuan racun tumbuhan yang mengandung alkaloid, saponin, oksalat, selenium & nitrat menyebabkan lahir ular jenis baru yang kemudian dikenal sebagai ular pelangi.
Popularitas ular pelangi dengan cepat menanjak mengalahkan ular-ular silangan lain berkat kecerdasan dan warna kulitnya yang sangat indah. Disamping matanya yang tajam dia juga memiliki lidah bercabang yang selalu menjilat partikel-partikel di udara untuk kemudian disentuhkan sebuah organ di langit-langit mulutnya untuk dikenali baunya. Berbekal bau partikel tersebut ular pelangi dapat mengetahui adanya benda-benda di sekitarnya walaupun terhalang benda lain. Kepala ular tersebut juga dilengkapi sejumlah sel yang peka terhadap panas yang berguna untuk melacak panas tubuh mangsa favoritnya yaitu tikus clurut dan burung nuri. Kelebihan lain adalah ular pelangi dapat mengenali perintah-perintah pemiliknya dari jarak jauh berkat sebuah tulang peka suara yang berada di kepalanya.
Ular pelangi sangat mudah dilatih untuk melakukan berbagai atraksi seperti menari di atas tali, melompat, berenang, mencari benda-benda yang tersembunyi. Berkat tulang peka suara semua atraksi itu dapat diperintahkan dari jarak ratusan meter oleh pelatihnya sehingga seolah-olah dia dapat melakukan atraksi mandiri dan mampu melayani permintaan penonton di atas panggung pertunjukan seolah-olah bisa diajak bercakap-cakap. Sifat istimewa yang lain adalah si ular jarang menggigit orang, suka tidur di pangkuan tuannya dan manja seperti kucing yang suka menggosok-gosokkan kepalanya ke kaki pemiliknya. Wajarlah bila populasi ular pelangi meningkat dengan cepat seiring semakin banyak orang yang meminatinya. Perlahan-lahan ular pelangi menyebar ke seluruh negeri karena dibeli oleh para pengunjung kampung ular.
^_^
Sebuah apel tidak akan
berubah menjadi ayam
Walaupun berdasar kesepakatan
dia boleh dianggap apel atau ayam
Beberapa bulan kemudian baru diketahui bahwa sekalipun ular pelangi tidak pernah menggigit manusia ternyata dia menebarkan sebuah penyakit yang membuat penderitanya kejang-kejang setiap malam dan kemudian satu persatu bagian tubuhnya menjadi kering dan rontok. Kelenjar ludah di rahangnya yang biasanya menghasilkan bisa ternyata telah berubah menjadi sel inang tempat berkembangnya virus-virus mutan yang akan keluar bersama cairan bisa. Virus tersebut khusus menyerang sel-sel jaringan kulit dan jaringan tulang rawan manusia.
Kasus pertama tercatat terjadi pada seorang gadis yang memelihara lebih dari selusin ular pelangi di kamarnya yang sempit. Rupanya setiap satu jam sekali ular pelangi menghembuskan cairan bisa lewat mulutnya yang penuh dengan virus --- yang masuk ke tubuh gadis itu lewat hidung, mulut, mata dan bagian kulit yang mengalami luka terbuka. Setelah terinfeksi virus si gadis sering mengalami kejang-kejang pada malam hari. Beberapa bulan kemudian virus-virus ganas itu secara bertahap menghancurkan sel-sel jaringan kulit, tulang dan tulang rawan. Mula-mula terlihat bibir, kelopak mata, pipi, hidung dan daun telinga si gadis menghitam dan perlahan-lahan merapuh untuk selanjutnya berceceran ke tanah. Selanjutnya bagian tubuh yang lain seperti tenggorokan dan tulang belakang menyusul mengalami kerontokan.
Berita yang lebih buruk adalah penyakit itu ternyata dapat menular dari manusia yang telah terjangkit ke orang-orang sekitar lewat kontak cairan tubuh. Gawatnya lagi virus tersebut tidak mati walaupun telah direbus dalam air mendidih. Akibatnya para tabib yang menggunakan jarum-jarum untuk mengobati pasien yang terjangkit penyakit yang kemudian dikenal sengan nama penyakit sawan ular pelangi tersebut --- harus membuang jarumnya dan menggantinya dengan jarum-jarum baru. Jika hal itu tidak dilakukan maka seluruh pasiennya akan tertular penyakit yang mengerikan.
Hanya dalam hitungan bulan setelah lahirnya penyakit aneh — dua pertiga penduduk kampung ular telah dijangkiti penyakit. Enam bulan kemudian penyakit telah menyebar ke kampung-kampung sekitarnya akibat adanya penduduk yang sering berkunjung ke kampung ular. Satu tahun kemudian hampir di seluruh negeri telah ditemukan pengidap sawan ular pelangi--- yang kebanyakan adalah bekas pengunjung kampung ular. Perlahan-lahan penyakit menyebar ke penduduk non pengunjung kampung ular—sebagian diantaranya karena tertular lewat jarum-jarum para tabib.
Untuk mengurangi kecepatan penyebaran wabah sawan ular pelangi --- raja memerintahkan para tabib untuk membuang jarum setelah digunakan. Barang siapa yang melanggar akan dihukum kerja paksa di tambang-tambang bawah tanah. Takut pasien akan tertular penyakit dan juga takut akan hukuman yang menanti mereka— para tabib terpaksa menggunakan jarum baru untuk setiap pasien. Buntutnya adalah biaya pengobatan naik puluhan kali lipat.
Bila sebelumnya sebuah jarum bisa digunakan lebih dari dua ratus kali sehingga beban pasien ringan—kini mereka harus membeli jarum baru setiap kali berobat. Lima tahun setelah wabah berjangkit--- biaya pengobatan di negeri itu hanya dapat dipikul segelintir penduduk yang kaya raya. Sebagian besar penduduk tidak mampu lagi datang ke tabib karena jarum-jarum tabib menjadi langka dan mahal.
Sebenarnya Raja telah menganggarkan ribuan keping uang emas untuk membiayai penelitian obat penangkal sawan ular pelangi. Sayangnya penelitian tersebut sampai bertahun-tahun kemudian belum membawa hasil yang memuaskan. Disediakan juga rumah sakit khusus untuk para penderita wabah itu dengan biaya murah. Namun masalah utama yang dihadapi rakyat bukanlah wabah itu. Melainkan biaya berobat yang tidak terjangkau lagi setelah merebaknya wabah. Setiap hari ribuan penderita penyakit dari mulai penderita malaria sampai korban patah tulang harus puas tergeletak di rumah --- karena biaya membeli jarum-jarum tabib tidak terjangkau kantong mereka.
^_^
Kemarahan dan ketidakpuasan melanda seluruh negeri. Rakyat mulai menuntut kerajaan untuk menanggung biaya pengobatan. Namun tuntutan itu ditolak raja karena jumlah uang kas negara tidak cukup untuk membiayai seluruh rakyatnya. Serangkaian unjukrasa besar yang digerakkan oleh para kepala kampung untuk menuntut biaya pengobatan tidak berhasil meluluhkan hati raja untuk membuka kas kerajaan.
Gagal menuntut biaya pengobatan dari kerajaan, muncullah gerakan baru untuk memusnahkan ular pelangi yang dituding menjadi biang kerok wabah yang mengerikan tersebut. Dimana-mana rakyat bergerak menggerebek sarang-sarang ular pelangi untuk dibasmi hingga jumlahnya dengan cepat menyusut di seluruh negeri. Namun induk-induk ular tersebut masih bercokol dengan nyaman di kampung ular. Dari kampung ular mereka menyebarkan anak-anaknya ke seluruh negeri. Setiapkali rakyat berhasil membasmi ular-ular pelangi di kampungnya, tiba-tiba muncul ular pelangi baru yang berasal dari kampung ular.
^_^
Muncul tuntutan baru untuk menutup kampung ular. Sebuah tuntutan yang ditolak mentah-mentah oleh raja karena akan membahayakan reputasinya sebagai pelindung bagi semua golongan. Bahkan raja mengerahkan ribuan pasukan pengawalnya yang secara khusus diperintahkan menembak siapa saja yang hendak mengganggu kampung ular.
“Kalian tak boleh membakar lumbung hanya untuk menangkap tikus. Jangan tutup kampung ular hanya karena ada wabah sawan ular pelangi. Mereka juga korban seperti kita. Mereka adalah orang-orang tak berdosa. Mereka lebih menderita dibanding kita karena wabah memusnahkan hampir seluruh keluarga mereka” kata raja dengan lantang dihadapan puluhan ribu rakyat yang berkumpul di alun-alun menuntut raja menutup kampung ular.
“Marilah kita bahu membahu mengatasi wabah yang telah menimpa seluruh negeri. Marilah kita berhenti saling menyalahkan dan bergandengan tangan untuk mengatasi masa-masa sulit bersama-sama. Jangan merasa benar sendiri. Kebenaran kita tidak selalu kebenaran buat orang lain. Marilah kita bersatu dalam perbedaaan. Jangan tambah kesengsaraan mereka dengan memusnahkan kampung halaman yang telah bertahun-tahun mereka tinggali” kata raja meneruskan petuahnya.
“Sawan ular pelangi adalah penyakit biasa yang suatu saat akan dapat diatasi oleh tabib-tabib kita. Sama sekali bukan penyakit kutukan. Berhentilah menghakimi orang lain. Karena kita bukan Tuhan yang boleh menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Biarlah Tuhan yang menilai mereka. Tugas kita adalah mencegah meluasnya sawan ular pelangi dengan cara-cara yang bermartabat” kata raja dengan lantang.
Tiba-tiba diantara kerumunan ribuan rakyat --- ada seorang tua yang gundul naik ke atas sebuah batu besar sambil mengacung-acungkan tongkatnya untuk menarik perhatian.
“Wahai teman-teman. Dengarlah kata-kataku ini. Kita hidup didunia nyata. Bukan di dunia mimpi. Sawan ular pelangi telah menghancurkan kita. Penyakit itu telah menguras energi kita. Bukan saatnya lagi kita menipu diri. Panca indera yang dianugrahkan Tuhan pada kita menunjukkan bahwa penyakit sawan itu berasal dari ular pelangi. Ular itulah si penebar bencana. Namun biang kerok sesungguhnya adalah para penduduk kampung ular. Mereka menyilangkan berjenis-jenis ular aneh dengan ramuan-ramuan racun tumbuhan untuk menghasilkan ular sesuai kesenangan mereka. Mereka bersenang-senang dan kita semua jadi korban” teriak orang gundul itu dengan sangat kerasnya sehingga ribuan orang terpana memandangnya.
“Mereka menuding virus di mulut ular pelangi sebagai penyebar malapetaka. Alih-alih merasa diri mereka bersalah, mereka bahkan menganggap ular pelangi tidak berbahaya. Yang dikambing hitamkan adalah virus di mulut ular pelangi. Kita dipaksa untuk berpayah-payah mencari obat pembunuh virus ular pelangi--- agar mereka tetap bisa bersenang-senang dengan ular pelangi. Kita dipaksa untuk memadamkan asap. Bukan memadamkan sumber api” teriak orang gundul itu yang disambut sorak sorai ribuan orang yang tiba-tiba merasa telah menemukan seseorang yang sanggup melukiskan perasaan terpendam mereka dengan kata-kata yang lugas dan jelas.
“Mereka bicara teori sedang kita dipaksa menelan kenyataan pahit. Mereka coba-coba menentang hukum-hukum alam dan memaksa kita mengikuti cara berpikir sesat mereka. Mereka memaksa kita terjun ke dalam jurang sambil membual bahwa kita adalah burung-burung yang bisa terbang”lanjutnya.
“Kita adalah manusia biasa. Bukan Tuhan yang Mahatahu. Namun Tuhan menganugerahi kita otak yang cukup cerdas untuk tahu bahwa ular pelangi menebar maut. Kita cukup waras untuk tidak perlu berdebat tentang kebenaran fakta bahwa kampung ular adalah sumber munculnya ular pelangi. Namun para kepala batu itu ngotot ingin mengaburkan kebenaran yang begitu nyata di depan kita!” teriak orang gundul yang belakangan diketahui sebagai si Ksatria Gundul Penyelamat Kampung dari Para Pengundang Ular setelah dia meneriakkan sebuah puisi.
Barangsiapa mengundang ular ke dalam rumah
untuk memangsa tikus-tikus pemakan beras,
dia juga harus rela bila si ular menggigit mati anaknya.
Karena anak suka bermain dan
ular suka menggigit bila dipermainkan.
Dua hal itu adalah sifat alami kedua makhluk ciptaan Tuhan.
^_^
Ksatria gundul telah berhasil merebut hati puluhan ribu rakyat yang berkumpul di alun-alun kerajaan. Laksana cahaya yang menarik jiwa-jiwa gelisah yang sedang mencari-cari jalan terang --- seperti halnya laron-laron yang berduyun-duyun terjun ke dalam nyala api karena merindukan bersatu dengan cahaya.
“Telah bertahun-tahun kita diminta menunggu mereka menemukan obat. Mungkin kita disuruh menunggu bertahun-tahun lagi --- sambil menyaksikan satu persatu keluarga dan tetangga kita bergelimpangan karena tak sanggup pergi ke tabib. Gara-gara perilaku sesat mereka biaya berobat menjadi mahal. Mereka bersenang-senang diatas ribuan mayat saudara kita” teriaknya berapi-api.
“Tidak perlu menunggu bertahun-tahun untuk membasmi wabah sawan ular pelangi. Jika kita hancurkan sumbernya. Hanya dalam sehari --- sawan ular pelangi akan susut di seluruh negeri. Jika kita hancurkan kampung ular. Jutaan manusia di seluruh negeri akan terselamatkan” seru ksatria gundul sambil tangannya menunjuk-nunjuk ke arah kampung ular nun jauh di sana.
^_^
Puluhan ribu rakyat yang seakan-akan baru tersadarkan atas biang keladi malapetaka yang menimpa mereka--- serentak bergerak dengan penuh kemarahan. Tidak ada lagi yang bisa menghalangi mereka. Tidak ada lagi yang sanggup menipu mereka. Tidak raja. Tidak pula para prajurit raja yang ketakutan melihat aura kemarahan puluhan ribu orang yang merasa baru saja menemukan kebenaran. Ribuan pasukan khusus yang diperintahkan menjaga kampung ular lari tunggang langgang melihat puluhan ribu rakyat bergerak sambil membawa obor. Tidak ada yang lebih mereka takuti daripada puluhan ribu orang yang tidak lagi takut mati.
Malam itu kampung ular tinggal kenangan. Asap mengepul dari rumah-rumah para penangkar ular pelangi. Tak satupun ular pelangi yang dibiarkan hidup. Tidak juga telurnya. Mereka benar-benar dibasmi habis sampai ke cicit-cicitnya. Sementara ratusan penduduk kampung ular tidak diperkenankan lagi tinggal di kampung itu. Tak ada lagi kampung pengundang malapetaka yang boleh berdiri di negeri itu.
^_^
Sidang rakyat yang digelar para ketua kampung menuduh raja sebagai pemimpin yang seluruh hidupnya panjang angan-angan. Mereka menyatakan muak dengan perilaku Raja yang dianggap tukang mengingkari kenyataan. Raja dipaksa turun dari singgasana kerajaan setelah divonis menyalahgunakan kekuasaan untuk melindungi segelintir orang--- dengan mengorbankan jutaan orang lainnya.. Sidang rakyat juga mengangkat Ksatria gundul sebagai raja baru bergelar Raja Gundul Sang Penakluk Sawan Ular Pelangi. Pastilah dalam setiap pertemuan sang raja tak pernah lupa meneriakkan puisi favoritnya. Penelitian tentang obat sawan ular pelangi terpaksa dihentikan--- karena setelah musnahnya ular pelangi --- wabah berangsur-angsur menghilang dari seluruh negeri
0 comments:
¿Te animas a decir algo?