Hari minggu pagi 01 April 2007 Himpunan Karyawan mengadakan acara keakraban di Punclut. Sebuah daerah wisata “jalan-jalan di gunung” dengan udara segar dan aneka jajanan di sepanjang tepian jalan selebar 5 meter. Di kawasan wisata berjarak 11 km dari Lembang tersebut dapat dilihat pemandangan Kota Bandung yang menghampar nun jauh di bawah sana sambil menikmati makanan khas Bandung, yaitu nasi timbel lengkap dengan sambal terasinya. Disini tersedia juga belut goreng, jenis makanan yang sedah mulai langka. Udara bersih pegunungan dan pemandangan lereng-lereng bukit yang indah di kanan-kiri jalan adalah andalan utama Punclut yang merupakan kependekan dari dua nama tempat, yaitu Puncak dan Ciumbuleuit.
Pada saat kami datang disana, malam sebelumnya turun hujan di Punclut sehingga jalanan becek, namun ada keuntungannya yaitu jalanan tidak berdebu. Perjalanan sejauh kurang lebih 4 kilometer menuju tempat acara dapat dilalui dengan nyaman tanpa diganggu panas matahari karena kami datang pagi-pagi. Jalan yang pada awalnya hanya merupakan jalan pintas para pedagang sayur di Lembang itu kini telah berubah menjadi tempat wisata yang didatangi banyak wisatawan dan juga pedagang. Termasuk pedagang jam tangan bekas yang dibandrol dengan harga murah – sebagian seharga 10 ribuan.. Bahkan sebuah Seiko kinetik “hanya “ dijual seharga 45 ribu.
Acara keakraban diisi dengan perkenalan karyawan baru, dialog dengan direksi & pengurus himpunan karyawan dan terakhir pembagian doorprize. Ada juga hiburan musik, yah acara serupa mungkin juga seringkali dilakukan himpunan lain. Ada satu hal menarik yang disampaikan bekas pengurus himpunan karyawan selama dialog. Bahwa pada negara-negara yang ekonominya berkembang baik, investasi utama mereka bukan pada hardware atau mesin-mesin, tetapi pada Human Capital.
Investasi terbesar pada pengembangan kemampuan manusia, sehingga kekayaan utama sebuah perusahaan adalah para pekerjanya yang terdidik baik & profesional. Sebuah pendapat yang sejak lama saya rasakan kebenarannya dan membuat saya belakangan ini sangat tertarik dengan pengembangan knowledge & skill karyawan. Bila para pekerja telah menjadi modal utama perusahaan, maka dengan sendirinya daya tawar pekerja terhadap perusahaan menjadi sangat kuat. Karena jatuh bangunnya perusahaan akan ditentukan oleh pekerja dan bukan oleh prasarana & fasilitas produksi.
Pada saat kami datang disana, malam sebelumnya turun hujan di Punclut sehingga jalanan becek, namun ada keuntungannya yaitu jalanan tidak berdebu. Perjalanan sejauh kurang lebih 4 kilometer menuju tempat acara dapat dilalui dengan nyaman tanpa diganggu panas matahari karena kami datang pagi-pagi. Jalan yang pada awalnya hanya merupakan jalan pintas para pedagang sayur di Lembang itu kini telah berubah menjadi tempat wisata yang didatangi banyak wisatawan dan juga pedagang. Termasuk pedagang jam tangan bekas yang dibandrol dengan harga murah – sebagian seharga 10 ribuan.. Bahkan sebuah Seiko kinetik “hanya “ dijual seharga 45 ribu.
Acara keakraban diisi dengan perkenalan karyawan baru, dialog dengan direksi & pengurus himpunan karyawan dan terakhir pembagian doorprize. Ada juga hiburan musik, yah acara serupa mungkin juga seringkali dilakukan himpunan lain. Ada satu hal menarik yang disampaikan bekas pengurus himpunan karyawan selama dialog. Bahwa pada negara-negara yang ekonominya berkembang baik, investasi utama mereka bukan pada hardware atau mesin-mesin, tetapi pada Human Capital.
Investasi terbesar pada pengembangan kemampuan manusia, sehingga kekayaan utama sebuah perusahaan adalah para pekerjanya yang terdidik baik & profesional. Sebuah pendapat yang sejak lama saya rasakan kebenarannya dan membuat saya belakangan ini sangat tertarik dengan pengembangan knowledge & skill karyawan. Bila para pekerja telah menjadi modal utama perusahaan, maka dengan sendirinya daya tawar pekerja terhadap perusahaan menjadi sangat kuat. Karena jatuh bangunnya perusahaan akan ditentukan oleh pekerja dan bukan oleh prasarana & fasilitas produksi.
^_^
^_^
Mendung yang menutupi terik matahari siang hari sangat membantu kami yang menuruni bukit untuk kembali ke rumah. Sebelum pulang sempat mampir beli belut goreng dua untai & ikan peda, plus nasi hideung (heran kok bukan disebut nasi merah ya?), seharga total 10 ribu rupiah. Walaupun kaki sakit dan lelah namun perjalanan pagi itu menjadi pengalaman yang menyenangkan – tapi bukan karena saya berjalan dengan sepatu baru loh (hahaha ndeso!). Punclut yang indah ini konon tengah menjadi ajang perdebatan untuk dibangun menjadi kawasan wisata lengkap dengan track buat jogging atau dibiarkan alami seperti sediakala dengan ditambah penghijauan besar-besaran sehingga Punclut kembali dirimbuni oleh pohon-pohon yang rindang. Saya berharap yang kedualah yang akan dilakukan (dibantu dari berbagai sumber)
Bacaan:
REPUBLIKA, Minggu, 19 Mei 2002
Ber-'Cross-Country'di Punclut
0 comments:
¿Te animas a decir algo?