Jaman dahulu kala ada sebuah Andong (kereta kuda) bermuatan jambu biji sedang berjalan dari Selarong ke Pasar Bantul. Jaman itu jalan raya masih bergelombang, tidak rata dan dibuat dari bebatuan karena belum ada aspal. Ketika andong sedang melewati jalanan berpasir, ada seekor lalat yang hinggap di atasnya. Bersamaan dengan itu laju andong menjadi lambat. Sebenarnya bukan karena keberadaan lalat, tetapi karena roda andong tertahan oleh pasir yang memenuhi jalan.
Namun pelannya andong tersebut oleh Si Lalat dianggap karena keberadaan dirinya. “Wah, andong jadi pelan gini, pasti karena tidak kuat menahan berat badanku” pikir Si Lalat yang merasa dirinya paling berat sedunia.
“Sapa siy yang bisa menandingi berat tubuhku? Gak ada hewan lain yang lebih berat dari diriku!”
Setelah beberapa lama hinggap di atas andong, Si Lalat menjadi bosan terus terbang lagi. Berbarengan dengan itu andong telah sampai jalanan yang tidak berpasir sehingga lajunya menjadi kencang kembali. Si Lalat yang udah ge-er jadi tambah yakin bahwa tubuhnya benar-benar sangat berat.
“Wah, saya tinggal sebentar saja andong bisa kencang lagi. Pastilah tubuhku benar-benar berat buat dia!” kata Si Lalat dengan hati berbunga-bunga.
Lalat kemudian berpikir jika dirinya hinggap diatas andong sambil menggerakkan sayap tentunya andong akan melaju lebih kencang karena terdorong oleh kepakan sayapnya. Tak berapa lama kemudian Si Lalat mencoba hinggap lagi di atas andong sambil menggerakkan sayapnya. Mendadak andong melaju kencang sekali dengan kecepatan sangat tinggi. Si Lalat kaget sampai terlempar dari atas andong. Untungnya dia bisa terbang sebelum jatuh menyentuh tanah.
Sebenarnya andong tersebut melaju kencang sekali karena ada turunan di jalan raya. Jadi wajar saja andong melaju lebih kencang karena dibantu gravitasi bumi. Namun peristiwa itu membuat Lalat semakin ge-er. Kemudian Si Lalat berteriak pada kuda yang menarik andong
“Sorry, sorry Mas Kuda. Aku salah mengukur kekuatanku. Kayaknya aku gerakkan sayap terlalu cepat, jadi andongmu melaju terlalu kencang!. Sorry ya, besok lagi aku akan menggerakkan sayapku pelan-pelan saja” kata Si Lalat dengan hati bangga akan kekuatannya. (Undil – Okt 09)
Namun pelannya andong tersebut oleh Si Lalat dianggap karena keberadaan dirinya. “Wah, andong jadi pelan gini, pasti karena tidak kuat menahan berat badanku” pikir Si Lalat yang merasa dirinya paling berat sedunia.
“Sapa siy yang bisa menandingi berat tubuhku? Gak ada hewan lain yang lebih berat dari diriku!”
Setelah beberapa lama hinggap di atas andong, Si Lalat menjadi bosan terus terbang lagi. Berbarengan dengan itu andong telah sampai jalanan yang tidak berpasir sehingga lajunya menjadi kencang kembali. Si Lalat yang udah ge-er jadi tambah yakin bahwa tubuhnya benar-benar sangat berat.
“Wah, saya tinggal sebentar saja andong bisa kencang lagi. Pastilah tubuhku benar-benar berat buat dia!” kata Si Lalat dengan hati berbunga-bunga.
Lalat kemudian berpikir jika dirinya hinggap diatas andong sambil menggerakkan sayap tentunya andong akan melaju lebih kencang karena terdorong oleh kepakan sayapnya. Tak berapa lama kemudian Si Lalat mencoba hinggap lagi di atas andong sambil menggerakkan sayapnya. Mendadak andong melaju kencang sekali dengan kecepatan sangat tinggi. Si Lalat kaget sampai terlempar dari atas andong. Untungnya dia bisa terbang sebelum jatuh menyentuh tanah.
Sebenarnya andong tersebut melaju kencang sekali karena ada turunan di jalan raya. Jadi wajar saja andong melaju lebih kencang karena dibantu gravitasi bumi. Namun peristiwa itu membuat Lalat semakin ge-er. Kemudian Si Lalat berteriak pada kuda yang menarik andong
“Sorry, sorry Mas Kuda. Aku salah mengukur kekuatanku. Kayaknya aku gerakkan sayap terlalu cepat, jadi andongmu melaju terlalu kencang!. Sorry ya, besok lagi aku akan menggerakkan sayapku pelan-pelan saja” kata Si Lalat dengan hati bangga akan kekuatannya. (Undil – Okt 09)
bacaan:
Tjrita Pantja Warna oleh S. Har, Penerbit PT. Jaker Jogjakarta
tags: cerita anak, cerita pendek, dongeng menjelang tidur, cerita orang besar kepala, cerita pendek tentang orang geer.
0 comments:
¿Te animas a decir algo?